Connect with us

Bahasa Daerah Terengah-engah

Sosbud

Bahasa Daerah Terengah-engah

image

AKSI menolak Rancangan Kurikulum 2013, berlangsung tertib dan santai. Suasana intim antar demonstran seperti sudah lama terjalin, padahal umumnya mereka tidak saling kenal. Delapan provinsi terwakili, saat bersatu di depan pintu gerbang gedung DPR RI, Sabtu (7/12/2012), langsung terasa irisan kontak batin yang menggetarkan.

Bahasa Daerah yang tidak disebut-sebut dalam rancangan kurikulum itu, dianggap penistaan kearifan lokal dan nilai-nilai luhur tradisi. Protes budaya yang digelar berlapis di berbagai daerah sepekan terakhir ini bermuara di Senayan.

Tercatat 59 elemen masyarakat dari delapan provinsi turut serta dalam aksi itu. Mereka mengusulkan kepada Menteri Pendidikan Kebudayaan, memasukkan mata pelajaran Bahasa Daerah ke dalam Kurikulum 2013 secara eksplisit dengan jumlah minimal dua jam pelajaran pada setiap kelas dan setiap jenjang pendidikan dari mulai SD/MI, SMP/MTs, sampai SMA/SMK/MA/MAK.

“Kami menyayangkan mata pelajaran Bahasa Daerah tidak tertulis secara eksplisit dalam struktur mata pelajaran pada kurikulum 2013 sebagai mata pelajaran muatan lokal wajib seperti tercantum pada kurikulum sebelumnya,” kata pegiat Forum Peduli Bahasa Daerah Se-Indonesia, Hadi Aks.

Padahal menurutnya, bahasa daerah mengandung nilai-nilai tradisi yang memperkuat budaya nasional. Kebudayaan Indonesia tak akan ada tanpa kebudayaan daerah. “Dan salah satu unsur budaya daerah itu adalah bahasa daerah,” katanya menandaskan. Ia memandang ironis, Kurikulum 2013 yang tengah dikembangkan berdasarkan nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat itu dalam kenyataannya tidak mencerminkan semangat itu. ”

Mengapa bahasa daerah yang mengandung nilai-nilai luhur dibatasi ruang geraknya?” kata Hadi. Saat ratusan pengunjuk rasa menggelar pertunjukan terbuka di pintu gerbang DPR RI, perwakilan dari berbagai elemen masyarakat berdialog dengan Komisi X DPR RI. Hasilnya, menurut Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Sunda SMA Kota Tasikmalaya, Wiwin Widaniawati, cukup menggembirakan.

“Pada prinsipnya Komisi X mengapresiasi tuntutan kami,” katanya. Komisi X berjanji akan memperhatikan usulan Forum Peduli Bahasa Daerah Se-Indonesia. Bahkan, pihak Komisi X mengaku kaget, lantaran sampai sejauh ini pihaknya belum dilibatkan untuk mencermati konten rancangan Kurikulum 2013 itu.

“Komisi X malah sedang mempertajam evaluasi Kurikulum sebelumnya (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006, red). Kok tiba-tiba muncul Kurikulum 2013. Evaluasi kurikulum sebelumnya saja belum rampung,” papar Wiwin.

Gejolak di berbagai daerah yang serentak itu menurut Wiwin, akan menjadi catatan khusus Komisi X. Bisa saja rancangan kurikulum 2013 tidak akan disetujui DPR, sebelum menyempurnakannya, di antaranya mengakomodir usulan Forum Peduli Bahasa Daerah Se-Indonesia. “Anggarannya kan bisa ditahan, bahkan tidak disetujui,” katanya.

Wiwin optimistis tuntutan itu akan menjadi bahan pertimbangan. Berbagai elemen yang turut memperjuangkan bahasa daerah bukan kalangan yang bisa dipandang sebelah mata. Dari kalangan kampus, seperti Universitas Negeri Yogyakarta, UPI Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Muhammadiyah Purworejo, STKIP Muhammadiyah Kuningan, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Udayana, Universitas Negeri Surakarta, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Hasanuddin, Universitas Gorontalo, IKIP PGRI Semarang, dan Bali. Sedangkan dari kelompok swadaya masyarakat di antaranya, Lembaga Bahasa Sastra Sunda, MGMP Bahasa Sunda Jawa Barat, Institut Budaya Sunda, dan lain-lain.

Continue Reading
Advertisement
2 Comments

2 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement
Advertisement WordPress.com
To Top