Connect with us

Metrum

Kesementaraan

image

ROTASI dan mutasi pejabat di Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya samasekali tidak istimewa. Biasa saja. Tetapi, bukan kali ini saja terjadi. Peristiwa rutin yang lumrah itu menggelinding menjadi bola panas. Kebijakan itu mustinya berlangsung dengan santai, lantaran sudah jelas jalur kuasanya.

Pejabat pembina kepegawaian daerah kabupaten — Bupati — membentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) untuk menjamin kualitas dan obyektivitas dalam pengangkatan pemindahan, dan pemberhentian pegawai negeri sipil dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah (baca: Peraturan Pemerintah RI No. 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural dan PP No. 13 tahun 2002 tentang perubahan PP 100/2000).

Bila kegaduhan terjadi seusai pelaksanaan rotasi dan mutasi, dampaknya sangat tidak menguntungkan. Di antaranya, Baperjakat dianggap tidak solid. Bupati tentu orang yang paling katempuhan. Walau bagaimana pun sebagai pembina kepegawaian daerah, tanda tangannya akan terpatri dalam Surat Keputusan (SK), selain paraf pemangku Baperjakat lain.

Bisa saja dihembuskan hubungan bupati, wakil bupati, sekretaris daerah, dan anggota Baperjakat lain retak. Seperti isu yang sempat menggelembung tempo hari. Bupati Uu Ruzhanul Ulum dan Wakil Bupati Ade Sugianto jadi pusat perhatian. Hubungan keduanya, kembali disebut-sebut awet rajet.

Ade Sugianto sempat akan “memanggil” Baperjakat untuk klarifikasi setelah menerima laporan beberapa pejabat yang merasa kecewa. Langkah yang sangat mengundang pertanyaan banyak kalangan. Tentu akan berbeda kesan jika merespon persoalan itu dengan ungkapan, “Saya akan konsultasikan masalah itu dengan Pak Bupati.”  Sangat menyejukkan. Uu dan Ade solid.

Kegaduhan itu pula yang menyudutkan Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Latihan Daerah (BKPLD) Kabupaten Tasikmalaya. Lembaga yang menjadi ujung tombak urusan itu dianggap tidak becus bekerja. Pasti jadi bulan-bulanan. Masyarakat tidak mau tahu, sekalipun secara teknis staf di lembaga itu — umpamanya — bekerja di bawah tekanan. Selain diburu waktu juga kurang persiapan.

Kegaduhan itu pula yang memperkuat opini khalayak, siapa yang memiliki akses lebih baik terhadap mereka yang duduk di Baperjakat akan bernasib baik pula.

Ini soal syahwat kekuasaan yang membuat orang lupa ihwal kefanaan. Hidup hanya sementara dan singkat. Termasuk jabatan. Kesadaran tentang kesementaraan harus jadi materi utama dalam pendidikan dan latihan di badan kepegawaian. ***

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement
Advertisement WordPress.com
To Top