Connect with us

Mengapa tak Ada Wakil Kepala Desa?

Metrum

Mengapa tak Ada Wakil Kepala Desa?

Kepala Desa tidak lazim didampingi Wakil Kepala De­sa. Mungkin karena ruang lingkup wilayah yang kecil. Atau karena sudah diwajarkan sejak kakek buyut. Meskipun terbuka kemungkinan, bila pesta demo­krasi Pemilihan Umum Kepala Desa ke depan para kandidat pemimpin desa disandingkan calon kades dan calon wakil kades.

Tak ada salahnya, bila di kawasan Priangan Timur wacana itu mulai digelindingkan. Bisa saja dirintis. Paling tidak, bentuk pemerintah desa di Kabupaten Tasikmalaya, Garut, Sumedang, dan (calon Kabupaten) Pangandaran, kelak bernuansa lain.

Memang, dalam aturan baku, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pmerintah Daerah, samasekali tidak disebut-sebut ada jabatan wakil kepala desa termasuk juga wakil camat.
Rupanya, tugas pokok dan fungsi Sekretaris Desa (sekdes), sudah dianggap cukup untuk menangani tugas-tugas wakil kades. Di antaranya seorang sekdes bisa membantu kepala desa dalam hal pengambilan keputusan sekaligus sebagai penyaji data-data desa.

Wacana ini tidak ada pautan langsung dengan kasus yang terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung Ka­bupaten Sumedang. Kades dan sekdesnya kini sama-sama ditahan kejaksaan. Keduanya diduga korupsi ganti rugi Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET). Ke­rugian negara ditaksir mencapai Rp 400 juta.

Tetapi, soal wacana jabatan wakil kepala desa, tampaknya perlu di­gulirkan. Paling tidak, untuk distribusi peran pimpinan di Pemerintah Desa agar tidak terlalu memusat kepada satu orang. Bagaimana pun kepala desa yang sudah terpilih me­lalui pemilihan umum warga desa secara langsung,  memiliki legitimasi kuat.

Pemilihan langsung di kampung kini ditiru pemilihan Pre­siden Republik Indonesia.  Salah satunya, demi mempertajam legitimasi Sang Presiden terpilih. Tidak lagi tertumpu pada politik bisik-bisik segelintir kaum elit.

Artinya, proses demokrasi yang sudah berjalan jauh-ja­uh hari di tingkat desa, harus tetap dipertahankan. Karena ada kecenderungan Kabupaten yang ditopang desa-desa tidak sedikit yang tergiur ingin berganti status menjadi kota, dan secara bertahap harus diikuti dengan perubahan status desa menjadi kelurahan. Kasus di Sumedang jangan sampai merusak susu sebelanga.***

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement WordPress.com
To Top