Pesta demokrasi layaknya podium. Sekadar memanggungkan sikap dan arah pandangan yang berbeda. Tidak ada protagonis dan antagonis yang mutlak. Setelah pertunjukan usai, layar-layar kembali diturunkan. Tetap damai dan gembira.
Arus yang deras dari hulu ke hilir tak bisa dipungkiri. Saling membanggakan diri. Masing-masing merasa paling sempurna. Semuka cuma sosok pribadi, kemudian menjadi golongan. Pertentangan kian tajam.
Bukan hal yang aneh. Setiap orang ingin diakui. Secara kolektif ada norma baik dan buruk. Hitam dan putih moralitas. Pertarungan politik pun seolah mempertontonkan pandangan moral kebaikan melawan keburukan.
Sulit dihindari, bila masing-masing merasa dirinya paling suci. Sedangkan pihak di luar dirinya dianggap mutlak diliputi kebobrokan. Keduanya tidak saling memberi ruang. Monolog bukan dialog.
Saatnya minum kopi.