Menjelang Hari Pers Nasional
Ada dua pandangan saling menghampiri. Karena semakin dekat, keduanya bisa saling mempengaruhi. Tentu yang paling kuat akan mendominasi. Dua pandangan yang tadinya berbeda arah menyatu dalam satu jalur. Dua pandangan menjadi satu pandangan. Semula berlawanan, kemudian sejalan.
Bisa juga saat berpapasan keduanya saling menghindar. Tetap berada di jalur berbeda. Tidak saling menyapa. Lalu melanjutkan perjalanan dan keduanya saling menjauh. Tak ada percakapan yang hangat. Keduanya tidak memberi ruang untuk saling mempengaruhi. Berlalu begitu saja. Dingin.
Malah bisa juga keduanya ngotot. Saat datang dari arah berlawanan tidak ada ikhtiar untuk saling memberi ruang. Melaju kencang dengan kekuatan penuh. Samasekali tidak peduli. Keduanya memaksakan diri. Tetap di jalur yang sama, tapi melaju kencang dari arah berbeda. Semakin dekat.
Benturan keras. Tak bisa dihindari. Dua kehendak yang berlawanan. Sama-sama kuat. Saling memaksakan diri. Seperti dua lokomotif melaju dari dua arah. Masing-masing membawa gerbong. Tabrakan kepentingan yang akan menimbulkan kerusakan parah. Kecelakaan massal. Korban berjatuhan.
Tabrakan itu sudah terjadi. Banyak yang terluka parah. Bahkan ada yang tewas. Kesedihan larut. Sosok terbujur kaku, menunggu dijemput. Sedangkan yang lolos dari maut dihantui trauma. Luka ringan tetapi membekas panjang dalam ingatan. Mirip suasana benturan sosial saat ini. Cemas.
Kecelakaan lalu lintas di jalan pikiran itu mengakibatkan kerusakan serius. Tak bisa diabaikan. Mendadak orang bisa saling membenci. Miskin empati. Tanpa disadari penyakit hati semakin merambah. Orang-orang baik sekalipun bisa menjadi korban. Lupa pernah bergembira bersama-sama.
Jalan pikiran yang kacau harus ditertibkan. Ujaran yang terpapar di media sosial di forum-forum terbuka mesti diverifikasi. Kompetensi media dipertaruhkan. Bukan langkah mudah. Namun tak bisa ditawar lagi. Media harus hadir menjadi penengah. Menjadi saluran informasi yang sejuk.
Prasyarat berat. Meskipun banyak yang berharap media tampil menjadi dirinya sendiri. Media sebagai bisnis tak luput dari industri. Idealisme media terhimpit di persimpangan jalan. Berkutat dalam lembah dan mengabaikan kekacauan di luar lembah. Terkepung. Harus ada yang berjuang. Keluar.
Transaksi kemitraan dengan berbagai pihak ikhwal diseminasi informasi ditempatkan secara profesional dan proporsional. Tanpa harus menghilangkan kedirian media. Media sebagai institusi tidak harus menjadi “buzzer”. Kalau kontennya disebarkan akun-akun media sosial, itu hal lain.
Di luar kemitraan itu media harus setia pada dirinya. Saling menjaga marwah dan prinsip. Memfasilitasi arus komunikasi yang dialogis berbagai kalangan. Menyuguhkan fakta, faksi, dan fiksi “cover all side”. Menjembatani pikiran semua orang. Selamat Hari Pers Nasional. Dirgahayu!